Menyantap “Car Free Night” di Kota Labuan

Labuan adalah suatu nama kecamatan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Indonesia. Labuan dikenal dengan sebutan kota Nelayan Karena letaknya di pesisir pantai selat sunda berada di ketinggian 3 meter diatas permukaan laut. Sekarang Labuan adalah calon ibukota Kabupaten Caringin, yang diusulkan sebagai pemekaran dari Kabupaten Pandeglang. Labuan kini telah melaju pesat dan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak dibanding kecamatan lainnya di Kabupaten Pandeglang.

Selain wisata pantai, Labuan juga dikenal dengan kegiatan perikanannya. Labuan ditetapkan sebagai sentra perikanan laut di pesisir barat Banten. Sarana penunjang untuk kegiatan perikanan di antaranya zona pelabuhan yang terdiri dermaga, tempat pelelangan ikan, depot es, stasiun pengisian bahan bakar, dan lain-lain. Zona bisnis dan usaha terdiri dari pusat bisnis, restoran, perbankan, perkantoran dan lain-lain. Zona permukiman terdiri dari fasilitas umum, perumahan, dan fasilitas sosial.

Labuan adalah kota yang memiliki “akses” langsung dengan provinsi dan ibukota, menjadi pintu keluar-masuknya barang-barang ibukota, khususnya dari dan ke daerah-daerah luar jawa. Dari sudut pandang ini, Labuan bagi Banten dan Jakarta adalah pintu rezeki yang harus dipelihara.

Ritual “Car Free Night”

Ritual Car Free Night siap menyambut kita. Detik-detik menjelang kegiatan itu seharusnya diwarnai berbagai tradisi pesta rakyat. Puncaknya adalah acara spektakuler dengan pentas seni dan pesta kembang api.

Car Free Night (CFN) atau Malam Bebas Kendaraan Bermotor (MBKB) akan menjadi santapan Sabtu malam nanti bagi warga Labuan (15 November 2014), baik bagi  mereka yang memiliki sepeda jenis apapun ataupun warga yang menggunakan fasilitas umum. Selain itu, warga Labuan dapat menikmati Jalan Jenderal Sudirman tanpa kendaraan bermotor ini bersama keluarga, walau terbatas waktunya dari pukul 18.00 – 00.00 saja.

Aneka kegiatan pun dapat dilakukan di CFN, seperti berolahraga, berjalan kaki santai, lari kecil (jogging) atau sekadar melihat-lihat panggung hiburan yang telah tersedia sepanjang Jalan Jenderal Sudirman. CFN ini tak ubahnya sebagai hiburan mingguan murah bagi warga Labuan dan sekitarnya. Bayangkan, hanya dengan menyiapkan rupiah sebanyak kebutuhan ongkos angkutan umum saja, mereka dapat terjun langsung ikut dalam kegiatan hiburan yang tersedia. Tentunya, sebagai komunitas yang berminat dalam jenis sepeda lowrider atau dikenal juga sebagai sepeda unik atau sepeda ceper, maka Sweet Iron Lowrider Bicycle Comm
unity (SIL-BC) pun tak pernah menyia-nyiakan kesempatan mingguan ini. Dengan CFN ini, penggemar lowrider memanfaatkan acara yang tersedia sekaligus sebagai ajang kumpul dan  gowes bareng dengan seluruh komunitas lowrider dari Labuan dan sekitarnya. Tak lupa, CFN ini juga dijadikan ajang pamer lowrider masing-masing sebagai cerminan jati diri pengendaranya.


Kegiatan CFN ini diharapkan akan semakin membulatkan tekad dan komitmen masyarakat dan generasi muda untuk terus melanjutkan usaha mengurangi produksi dan pemakaian Bahan Perusak Ozon (BPO). Kesadaran dan partisipasi masyarakat akan terus kami dorong melalui berbagai kegiatan yang dikemas semenarik mungkin. Dengan Car Free Day serta peringatan Hari Perlindungan Lapisan Ozon ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian, pemahaman, kreativitas dan menumbuhkan sikap ramah lingkungan kepada masyarakat dan pelajar Kota Labuan tentang akibat pemakaian BPO. Selain itu, mengajak masyarakat Kota Labuan untuk mengurangi pemakaian BPO. seperti penggunaan Chlorofluorocarbon (CFC) dan Hydro-CFC (HCFC) pada Air Conditioning (AC), Kulkas, penggunaan spray dan sebagainya.

Makanya kegiatan kali ini juga seyogyanya turut menggandeng seluruh sekolah di Kota Labuan, Pramuka, PMI, Forum, LSM lingkungan dan relawan LSM yang tergabung dalam berbagai komunitas di wilayah Kecamatan Labuan.

Perlu di ingat!! motto Kabupaten Pandeglang sebagai Kota BERKAH atau Bersih, Elok, Ramah, Kuat, Aman dan Hidup maka program CFN ini memang sangat tepat karena salah satu tujuannya adalah menumbuhkan suatu gerakan warga untuk peduli terhadap lingkungan tanpa harus dipaksa dan untuk memberdayakan masyarakat Labuan supaya lebih mencintai kebersihan lingkungannya baik di pekarangan rumah masing-masing maupun secara bergotong-royong minimal di wilayah RT.

12 November sebagai Refleksi

Diawali dengan teriakan sabil Allah, empat ratus orang bersenjata bedil dan kelewang yang sebagian besar berpakaian putih menyerbu kediaman Wedana Raden Partadiningrat. Dalam penyerangan itu wedana dan pengawalnya berhasil menumbangkan beberapa orang pemberontak, sebelum akhirnya mereka jatuh tewas di tangan pemberontak. Sementara itu kelompok pemberontak lain berhasil menguasai stasiun dan menawan pengawas kereta api Benjamins.

Kenapa Banten begitu bergolak? Kenapa pula banyak warga  Banten sudah sadar arti kemerdekaan? (Williams, 2003: 40).

Banten begitu antusias Berteriak kemerdekaan. Petani-petani Banten sudah memiliki pengalaman memberontak pada 1888 yang dipimpin Haji Wasid. Hanya saja, alasan pemberontakannya berbeda. Pemberontakan 1926 didorong oleh cita-cita ingin merdeka (meskipun belum terumuskan dengan baik), sementara pemberontakan 1888 disebabkan pejabat-pejabat pemerintah kolonial di Cilegon mengeluarkan sirkuler (surat edaran) kepada bawahannya untuk  melarang pembacaan shalawat Nabi dan doa-doa lainnya secara keras-keras di masjid. Pemerintah kolonial juga menghancurkan menara masjid Cilegon dengan
alasan telah terlalu tua. Hal-hal yang dianggap sebagai penghinaan ini dijawab oleh rakyat banyak dalam bentuk pemberontakan yang bertujuan lebih luas lagi, yaitu mengenyahkan kekuasaan Belanda dari daerah itu (Noer, 1996: 25).

Dalam tragedi 12 November 1926 hingga beberapa hari kemudian itu, hanya satu orang Belanda yang dibunuh, yakni Benjamin, seorang pegawai kereta api di Menes, Banten. Yang lainnya adalah para Wedana, Asisten Wedana, dan polisi. Sedangkan di pihak pejuang Banten yang ditangkap sebanyak 1.300 orang (Williams, 2003). Ricklefs mencatat bahwa secara keseluruhan, akibat pemberontakan 1926-1927 yang terjadi di berbagai kota di
Indonesia itu adalah 13.000 orang ditangkap, beberapa orang ditembak, 4.500 orang dijebloskan ke penjara, dan sebanyak 1.308 orang dikirim ke kamp penjara yang terkenal mengerikan di Boven Digul, Irian (Ricklefs, 2005).

12 November 1926 merupakan hari pemberontakan pertama rakyat Indonesia melawan pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia.  Pemberontakan ini menjadi teladan bagi rakyat Indonesia, bahwa betapa pun kuatnya sebuah pemerintahan Kolonial, namun ia bisa dilawan dan ditumbangkan.

Semangat perjuangan 12 November di Labuan itu merupakan turning point dalam sejarah bangsa Indonesia. Semangat revolusioner ini baru mendapatkan hasilnya yang konkret 20 tahun kemudian, yakni pada 17 Agustus 1945.

Heroisme, kepahlawanan dan keberanian 12 November 1926 itu juga mengilhami para sastrawan dan seniman Indonesia. Mereka menggubah lagu, menyusun bait-bait sajak, menulis berbagai kisah tentang heroisme tersebut. Walau pun kaum kolonialis, kaum fasis dan musuh-musuh rakyat lainnya untuk sementara bisa menguasai Indonesia, namun hati rakyat kapanpun tidak pernah mereka kuasai. Seperti semangat, jiwa dan hati rakyat yang terhisap dan tertindas dimana pun di permukaan bumi ini, maka juga termasuk di Indonesia, tidak akan dapat dijajah dan diperbudak lagi. Cepat atau lambat mereka pasti bangkit berontak melepaskan segala belenggu dan ikatan, meninggalkan dunia lama menuju dunia baru, tanpa memperdulikan pengorbanan dan jiwaraganya.

12 November adalah Refleksi. Dan sesungguhnya refleksi adalah belajar. Belajar adalah cara untuk mengerti, memahami, mendekati, menyadari, mencintai, dan menghasilkan masa depan yang lebih baik dan bermakna. Menunda refleksi berarti sama saja menjadikan refleksi tak bermakna karena kita hanya bisa memahami masa lalu. Tak dapat mencegah penyimpangan sedini mungkin. Menunda refleksi hanya akan menghasilkan makna parsial yang tak memiliki ruh. Hal ini berbeda dengan refleksi setiap waktu yang akhirnya akan membentuk sebuah visi ke depan.

Refleksi juga merupakan ajang instrospeksi diri atas segala bentuk macam perbuatan, tindakan, dan keputusan kita, di mana kadang kala merugikan orang lain, menyakiti, dan menyengsarakan orang lain. Semua itu harus diubah menjadi lebih bermanfaat, berguna, dan berkeadilan.

Waktu itu laksana air yang mengalir ke hilir yang tak pernah lagi kembali ke hulu. Waktu juga laksana anak panah yang terlepas dari busurnya yang juga tak akan pernah kembali. Kadang ia membangkitkan gairah dan semangat. Kadang ia memperdaya kita.

Kadang kita tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya. Oleh karenanya kita harus menghargai setiap kesempatan yang ditawarkan sang waktu sebelum ditarik dari kita karena kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya.

Masa lalu adalah tempat untuk mengingat segala bentuk ucapan, tindakan, dan seluruh perbuatan kita. Masa kini adalah media untuk merancang, memprediksi, dan menyiapkan strategi terbaik menyikapi masa lalu menuju masa depan. Sedangkan masa depan adalah masa yang senantiasa diinginkan, dicapai, dan dijadikan cita-cita memetik hasil.

Kemampuan kita memetakan dengan benar dengan mengambil hikmah dari masa lalu, merenungi masa kini, dan merancang masa depan akan menjadi kunci keberhasilan kita menatap masa depan yang lebih cerah dan mencerahkan.

12 November adalah ungkapan rasa syukur penyambutan momentum perubahan, tentunya banyak warga atau bagian dari masyarakat Labuan berharap semoga Labuan semakin baik dalam pendidikan, kesehatan, dan penyediaan lapangan kerja, “Labuan harus lebih baik dalam hal keamanan, transportasi, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan”. Semoga pembangunan dan tata kota di Labuan yang terkenal dengan sebutan “Kota Nelayan” ini tetap sukses dan Labuan kembali sejuk. 

(Oleh : Eko Supriatno)

1 Response to "Menyantap “Car Free Night” di Kota Labuan"

  1. hari yang bersejarah,, harus ikutan untuk memeriahkan acara dan pastinya sebagai pandelang khusunya labuan akan bangga akan adanya cara tersebut,, ditunggu acara seru lainnya

    BalasHapus

DILARANG KERAS!!

1. Berkomentar Tidak Sopan
2. Sesuai dengan topik