Fenomena pelik, pagi ini sudah kita lihat dari perubahan peradaban bangsa indonesia saat ini. Dikatakan guncangan juga tidak, tetapi tidak habis pikir bahwa berjalannya demokrasi yang sudah berjalan 10 tahun dengan mekanisme pemilihan umum kepala daerah secara langsung, artinya dipilih secara luas oleh rakyat langsung, umum, bebas dan rahasia.
Kini sudah tak elok rasanya jika hajat rakyat diambil alih oleh perwakilan rakyat diparlemen dengan memilih setiap kepala daerah di Indonesia. Dan rakyat cukup merasakan kekecewaan yang serius karna setiap 5 tahun sekali mereka selalu berbondog bondong dengan keceriaan memlih pemimpin daerah yang di impikan sebagai agen pembaharu yang ditafsir bisa ikut merubah bangsa indonesia yang galau keraha yang tidak galau.
Pada proses paripurna pengesahan RUU Pilkada semenjak kemarin banyak sekali hal yang tidak diinginkan oleh kita. Terjadi lobi lobi politik dan entah kemana arah tujuannya kita tidak tahu. Namun itu begitu tabu, siapa yang disangka benar atau salah. Ada istilah sengkuni dan pandawa, itu kerap terjadi disana.
Terlihat begitu anggun, lobi politik dilakukan semata untuk kepentingan rakyat. Entahlah! Cukup prihatin memang dalam sandiwara politik terjadi sesungguhnya menyakitkan perasaan rakyat. Kami menginginkan pilkada langsung karna paling tidak kami bisa memaksimalkan peran kami sebagai warna negara bisa andil memilih pemimpin kami ditingkat daerah.
Namun sayang hasil voting DPR tingkat pusat dalam paripurnanya mengetuk palu sidang pengesahan RUU Pilkada dipilih DPRD. Bahkan lobi politikpun dipertanyakan kemana ssbetulnya arah politik Partai demokrat yang semula didukung partai Koalisi Jokowi JK memilih Pilkada langsung dengan tambahan 10 syarat dimasukan dalam RUU Pilkada. Dan koalisi Jokowi JK pun menyepakati hasil lobi politik sebelumnya dengan PD. Apa yang terjadi, karna terlalu bangga dan Pede mereka dikecewakan karna ulah Partai Demokrat walk out dari sidang.
Skenario kah itu? Tentu masyarakat kini cerdas. Dan sedikit bisa menafsirkann bahwa kalau lihat kebelakang mungkin saja ada upaya balas dendam. Bagaimana mereka pada saat sidang paripurna terdahulu seringnya PDIP walk out dalam sidang ketika PD memimpin rapat atau tidak sejalan dengan pemerintahan sekarang, karna PDIP sering berada diluar pemerintahan. Ini komitmen atau apa kita tdk tahu.
Penafsiran selanjutnya bahwa mungkin saja ini upaya balas dendam terhadap mereka yang terlalu pede, akhirnya dikecewakan PD keluar sebagai peserta walk out dalam sidang setelah mendapat dukungan opsi ketiga PD didukung PDIP.
Sementara saat ini rakyatlah yang dibombardir kepentingan para elit politik. Mereka telah menelurkan kembali kanker yang menjurus pada ketidakstabilan unsur negara. Kita meyakini bahwa Indonesia sedang berjalan mundur. Mafia korupsi yang tiada henti tidak akan bisa musnah selama tingkatan pemerintah tidak mengupayakan pejabat serakah menjadi pemimpin. Maka kedaulatan rakyat perlu ditegakan bukan berarti demokrasi juga seluruhnya dikembalikan pada DPRD. Siapa DPRD?
Apakah DPRD hari ini selalu sejalan dengan kepentingan rakyat yang memilih mereka. BULSHIT! Justru DPRD juga memilki perut yang harus diisi, mereka punya partai yang harus setiap bulan setor untuk administrasi partai, mereka juga memiliki anak dan keluarga yang harus dibiayai. Nah loh? Apakah akan sejalan dengan kepentingan rakyat. Sedikit saja kita menoleh hangat hangat ini anggota DPRD yang berbondong bondong menggadaikan SK keanggotannya untuk segala bentuk kebutuhan apapun dalam hidupnya.
Ngerih!
Oleh : Rodi Herdiana Bangga
(KBM UNMA)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "MENGHEMPASNYA KEELOKAN PILKADA LANGSUNG"
Posting Komentar
DILARANG KERAS!!
1. Berkomentar Tidak Sopan
2. Sesuai dengan topik