Oleh.
Eko Supriatno
Direktur Banten Religion and Culture Center (BRCC)
Dosen UNMA Banten
“Jokowi menjadi fenomenal
karena karirnya berjalan secara alamiah. Dia tidak mendesain jalan menuju kursi
presiden secara sistematis dan waktu yang panjang. Nah situasi itulah yang
membuat Jokowi tidak memikul beban berat dalam menjalani karirnya. Dia hanya
menjalani tugasnya untuk melayani rakyat”
(Prof. Dr. HM. Bambang Pranowo, MA,
Rektor UNMA Banten)
Sejarah baru pilpres negeri kita telah ditorehkan. Untuk pertama
kalinya seorang yang berlatar belakang “biasa” dan tidak diunggulkan pada
awalnya, kini berhasil
memangku jabatan publik tertinggi di Indonesia, sang Presiden.
Terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-7 telah menciptakan sebuah
gempa politik yang getarannya terasa sampai sekarang. Sebuah fenomena yang mengundang
decak kagum dan ketakjuban sekaligus pada saat yang bersamaan membawa kita
merenungkan maknanya.
Menurut penulis, kemenangan Joko Widodo dalam pilpres 2014 adalah fenomena yang menarik. Namanya yang terdengar
ganjil, pengalaman politik yang minim, dan latar belakang kehidupannya yang tak
banyak diketahui orang sempat membuatnya menjadi kandidat yang diremehkan.
Petinggi Partai Demokrasi Perjuangan
Indonesia (PDIP) semula pun tidak memperhitungkannya.
Namun Jokowi mampu membuyarkan semua prediksi dan
analisis. Dari awalnya bukan siapa-siapa - hanya seorang pengusaha meubel, lalu jadi Walikota Solo
hingga menjadi Gubernur Jakarta
yang pengalamannya sebatas “mengeksekusi” beberapa kebijakan. Jokowi
melesat menjadi lawan tangguh Prabowo, sebelum akhirnya mengalahkannya secara telak.
Beberapa orang berpikir kalau kemenangan Jokowi
adalah sebuah mukjizat. Sebagian menekankan kata ”mukjizat” itu dengan nada
sinis. Dengan kata lain bukan kapasitas pribadi Jokowi yang membuatnya menang,
tetapi atmosfer dan situasi eksternallah yang banyak membantunya. Atmosfer yang
dimaksud adalah kondisi psikologis masyarakat Indonesia yang tengah mengalami “krisis kepemimpinan”.
Publik sudah jenuh. Publik tidak butuh lagi gaya pemimpin yang elitis,
mementingkan citra diri, dan lamban dalam bekerja. Kondisi tersebut
memungkinkan publik untuk mencari figur pemimpin yang menggambarkan antitesa dari
kepemimpinan SBY.
Dengan begitu, kehadiran sosok yang jujur, serta
pekerja keras, sangat diperlukan. Apalagi, Indonesia sedang dihadapkan pada
berbagai masalah yang harus diselesaikan dengan cepat.
Intinya, di mata mereka yang sinis dengan
kemenangan Jokowi, Jokowi terpilih karena rakyat Indonesia tengah menjudikan
nasib negaranya, bukan karena mereka memilih dengan pilihan sadar dan rasional
untuk mendapatkan pemimpin yang cakap.
Namun bagi para analis yang obyektif, kemenangan Jokowi
tidak terjadi karena faktor kebetulan, keberuntungan, atau hadiah dari Tuhan
yang dijatuhkan dari langit begitu saja. Jokowi menang karena dia memang pantas
menang.
Selain kapasitas pribadinya yang memang cerdas, Jokowi juga memiliki bakat kepemimpinan tinggi, simpatik, dan
memiliki kharisma besar.
Berdasarkan
analisis penulis, setidaknya ada 3
(tiga) faktor
menarik dari “Fenomena Politik Jokowi” ini.
Diantaranya adalah:
Pertama, Jokowi dan Kesahajaan Politik.
Jokowi telah mampu membingkai
seluruh platform visi dan misinya dengan menggugah salah satu inti eksistensi
manusia, yaitu: “kebersahajaan”. Inilah
yang membedakannya secara diametral dengan lawannya Prabowo Subianto. Jokowi berhasil menyentuh
relung terdalam para pemilihnya, yang dengan dahsyatnya juga menyentuh banyak
orang.
Jokowi mampu mendongkrak elektabilitas
kefigurannya yang “polos”, bahkan citra Jokowi sebagai pihak yang seolah
“terdzolimi” (seperti: propaganda obor rakyat, pernyataan provokatif Fachri Hamzah, dll) sekali lagi simpati pun mengalir
deras ke kubu mereka. Bagaimanapun tipikal masyarakat Indonesia masih mudah trenyuh untuk berbalik simpati kepada
figur yang kelihatannya “terdzolimi”. Jika berkaca dari pengalaman bagaimana
popularitas dan elektabilitas Megawati dan SBY di eranya, justru terdongkrak
manakala mereka berada pada posisi sebagai “korban” perlakuan tidak adil rezim
berkuasa. Tentu Jokowi dan Timsesnya menyadari akan hal ini.
Pertama, Jokowi dan Spirit Kaum Muda.
Jokowi adalah figur muda
yang tidak memiliki kaitan dengan masa lalu. Kuatnya citra bahwa Jokowi sebagai
figur muda lebih menjanjikan perubahan dapat mengeliminir sebuah faktor yang
sering diangkat sebagai kelemahannya, yakni belum berpengalaman.
Sedikit atau banyak, kemenangan Jokowi di
pilpres ini dapat dipastikan telah dan akan memberikan pengaruh kepada kaum
muda di Indonesia. Kemenangan Jokowi dapat memberikan semangat tersendiri
kepada kaum muda untuk tampil dalam pentas politik untuk mencoba berkontribusi
dalam menciptakan perubahan yang sesungguhnya. Sesungguhnya kaum muda sudah pernah
menunjukkan peran dalam bidang politik. Akan tetapi, karena sirkulasi elite
politik yang tidak lancar, maka politik kemudian dikuasai oleh status quo dan kaum muda tak mampu
menembus orbit kekuasaan. Nah, Jokowi telah memberikan dobrakan yang sensasional
dengan memberanikan diri melakukan kompetisi yang sangat berat melawan tokoh
senior dan selalu dipandang lebih berpengalaman.
Secara kalkulatif, kaum muda memang harus
memberanikan diri untuk segera tampil, karena sebagian masyarakat telah
mengalami perubahan logika politik dalam memilih figur pemimpin. Agar kaum
muda memiliki posisi tawar yang tinggi, maka kaum muda harus menempatkan diri
secara tepat, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan politisi yang
sudah kawakan. Jangan sampai kaum muda membangun hubungan yang membuat dirinya
berada pada posisi subordinat. Posisi itu akan menyulitkan jika kaum muda
benar-benar dipercaya oleh rakyat untuk berkuasa.
Ketiga, Jokowi dan Politik Figur.
Saat ini sudah tidak relevan lagi melihat figur
capres atas dasar pertimbangan etnis, geografis, dan ideologis. Terpenting,
figur tersebut menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup, jujur, pekerja
keras, dan punya kemampuan mengurus negara di tengah terpaan berbagai masalah.
Politik
figur mampu mengatasi strategi koalisi parpol. Gambaran kemenangan Jokowi-Jk
pada pilpres ini, setidaknya telah memberikan pelajaran berharga terkait
representasi Parpol; bahwa pilihan kebijakan partai untuk berkoalisi dalam
mendukung figur tertentu tidak selalu berbanding lurus dengan keputusan memilih
figur yang sama di tingkat konstituen.
Saat ini
rakyat sudah mulai cerdas. Bagi mereka karakter pemimpin yang merakyat,
aspiratif dan memiliki integritas moral (track
record daerah asal) lebih penting ketimbang kebijakan elitis para petinggi
parpol (dukungan koalisi) yang berindikasi sarat kepentingan. Seringkali
keputusan koalisi tidak terkait persoalan populis tidaknya visi-misi dan
program yang ditawarkan kandidat terusung, melainkan lebih pada pertimbangan
politik transaksional, bagi-bagi jabatan di pemerintahan, jika kelak figur yang
dijagokan mereka menang. Hal ini, jelas bukan rahasia umum, oleh karenanya
sangat mungkin pembangkangan rakyat yang tidak sejalan dengan keputusan koalisi
di tingkat elit, berawal dari modus semacam itu.
Publik saat ini sangat membutuhkan
figur-figur baru sehingga mereka bukan lagi melihat partai politik melainkan
tokoh yang diusung. Jokowi adalah tokoh baru dengan beragam pengalaman yang
menarik perhatian publik.
Sekali lagi, Fenomena politik Jokowi ini membuat
politik sudah kembali pada hakekatnya sepenuhnya. Politik adalah persoalan publik, dari publik untuk publik. Dari kedaulatan
rakyat ini mengalahkan fenomena politik yang
terkenal dengan kekerasan uang, dan kekuasaan. Politik sudah kembali pada
urusan publik!!
Tanpa berpretensi menyanjung secara berlebihan,
kemenangan Jokowi ini kiranya dapat dipandang sebagai secercah asa bagi
dinamika politik di tengah-tengah alam demokrasi. Bahwa sejatinya demokrasi
memungkinkan terjadinya politik yang kebersahajaan, dan dengan demikian selalu
ada kemungkinan untuk terciptanya perubahan mental yang fundamental.
Tetapi kita harus meyakini, bahwa Pemilu 2014 adalah
momentum perubahan kepemimpinan politik nasional. Bukan hanya dalam arti
pergantian orang melainkan, perubahan karakter, gaya, pendekatan, strategi, dan
cara dalam menyelesaikan masalah. ***
Mantapzzz...
BalasHapuspostingan y keren pak..