Hari Perdamaian Dunia bagi Pemuda

Tulisan ini pernah dimuat di koran harian Banten Raya, kolom Gagasan (22/09/2015)
oleh Yogi Iskandar
Dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bansa (PBB) atau United Nation (UN) pada tanggal 28 September 2001 telah disetujui resolusi Nomor 55/282 yang menetapkan tanggal 21 September sebagai  International Day of Peace atau Hari Perdamaian Dunia. Upaya PBB merekomendasi semua pihak menyelesaikan konflik secara damai melalui dialog secara terus-menerus

Dari Kanan: Elbek (Uzbekistan), Siraj (India), Yogi (Indonesia), Kampanye Perdamaian, Seoul, Korea Selatan.
Perdamaian dunia adalah harga mati bagi setiap elemen kehidupan di dunia, termasuk di Indonesia yang memiliki 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu komponen pilar tersebut adalah Bhineka Tunggal Ika yang artinya meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan. Ini menggambarkan bahwa bahwa pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan.

Perdamaian dunia selalu menjadi diskusi yang menarik karena dalam sejarah kehidupan tidak terlepas dari sebuah konflik antar suku, rasa tau negara. Hal ini yang membuat diskusi ini tetap relevan untuk dibahas setiap lembaga pegiat sosial yang berperan sebagai perdamaian guna keberlangsungan bangsa, negara, dan dunia.

Tidak bisa dibayangkan jikadi era teknologi seperti ini kita harus melakukan peperangan, apalagi perang dunia. Tentunya teknologi yang dimiliki oleh negara-negara maju sangat canggih bila dibandingkan dengan negara berkembang. Maka kesadaran perdamaian harus ditingkatkan mulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa.

Menyelesaikan masalah perdamaian dunia memang bukah hal yang mudah. Hingga saat ini masih ada beberapa negara yang terlibat konflik antar negara pasca Perang Dunia II. Seharusnya kita mampu melakukan sesuatu dengan kemampuan kita, seperti menulis di media masa, kampanye atau mempengaruhi kebijakan internasional dengan ide strategis. Saat ini beberapa negara fokus melakukan diskusi dan dialog, menyelenggarakan forum-forum pemuda, dan mengundang para pemuda dari belahan dunia untuk memberikan ide dan gagasan solusi perdamaian menyikapi yang sedang terjadi di negara konflik. 
 

Bagi negara yang mengalami ketegangan konflik antar negara, diskusi dan dialog akan terus dilakukan salah satunya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Korean National Commission for UNESCO (KNCU). Packa Perang Dunia II, Korea adalah salah satu negara yang memiliki dampak buruk perpecahan negara yang terbagi menjadi Korea Utara dan Korea Selatan. KNCU sangat menginginkan solusi perdamaian yang dapat diterpakan dalam penyelesaian masalah tersebut.

Dimana Peran Pemuda?

Beberapa waktu yang lalu saya sempat ke Korea Selatan untuk mewakili Indonesia dalam rangka  mengikuti Forum Pemuda Internasional yang diselenggarakan oleh KNCU di Korea selatan. Acara tersebut bernama 4th International Youth Forum on Historical Reconciliation dengan tema “History Textbooks and Shared Memories: World War II and the 70 Years after World War II. Acara ini berlangsung pada tanggal 9-13 Agustus 2015 di Sookmyung Women’s University yang terletak di kota Seoul, Korea selatan. Peserta dalam acara tersebut berjumlah 50 orang yang terdiri dari pemuda beberapa negara yang berusia 18-30 tahun.

Dalam forum ini saya melihat peran yang dilakukan oleh para pemuda dalam menciptakan perdamaian dunia. Peran tersebut terletak dalam agenda acara yang dilaksanakan oleh para peserta forum pemuda internasional tersebut.

Forum tersebut dimulai pada tanggal 9 Agustus 2015. Para peserta melakukan instruksi penyelenggara sesuai dengan jadwal acara yaitu registrasi dan penyelenggaraan. Dilanjutkan dengan penjelasan orientasi yang mencakup tentang informasi program, jadwal acara, dan peraturan yang harus ditaati dalam forum. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok selama dua jam. Sebelumnya panitia telah membagi peserta menjadi 6 kelompok. Kegiatan berlanjut dengan diner (makan malam) dan Ice-Breaking, semacam simulasi pendekatan emosional antar peserta.

Hari kedua tepatnya 10 Agustus 2015 , acara Forum Pemuda Internasional dilanjutkan dengan seminar, dialog dan diskusi. Diawali dengan pembukaan acara oleh panitia yang disampaikan oleh Dong-seok Min (Secretary General KNCU). Kemudian Sun-Hye Huang (President Sookmyung Women’s University) yang menyampaikan sambutan selamat datang dan Ji-Hye Park (KNCU Peace Art Ambassador, Violinist).

Selanjutnya seminar dengan pembicara handal yaitu Dr. Hosaka Yuji (Professor Sejong University) dan Prof. Uta Gerlant (Advisor EVZ Foundation). Keduanya menyampaikan kajian ilmiah dan mengungkap sejarah terjadinya konflik antar negara. Sesi selanjutnya dengan narasumber Dr. Sam-sung Lee (Professor Hallym University)  selama 50 menit yang menjelaskan modul berjudul The Postwar World and the East Asian International Order: the Structure of Confrontation and Tension, and Peace. Yoon-Soon Shin (Representative Sakhalin Forced Labor Victims’ Surviving Families) menyampaikan retrospeksi dan testimony. Sementara Prof. Una Gerlant memaparkan pengalaman dan budaya. Setelah itu para peserta kembali berdiskusi antar kelompok.

Hari ketiga tanggal 11 Agustus 2015 peserta diajak field trip (berwisata) ke salah satu museum bersejarah yaitu National Museoum of Korean Contemporary History yang terletak di kota Seoul, Korea selatan. Peserta diajak melihat fakta sejarah Asia Timur untuk didiskusikan setelah field trip  selesai.

Hari keempat berlangsung seperti hari-hari sebelumnya yaitu diskusi kelompok. Kali ini diskusi kelompok dengan topik peran pemuda dalam melakukan rekonsiliasi sejarah dan bayangan terhadap perang dunia 2. Di sinilah para pemuda dari berbagai negara menyampaikan garis besar peran pemuda dalam melakukan perdamaian dunia. Meskipun solusi yang ditawarkan bervariasi, tetapi pada prinsipnya langkah untuk melakukan perdamaian dunia harus dengan sebuah kesadaran.  Untuk melakukan penyadaran tersebut harus dengan hubungan diplomatik dan dilakukan secara serius. Sehingga semua orang tergerak untuk melakukan kampanye-kampanye dan deklarasi-deklarasi tentang perdamaian.

Masih di hari keempat para peserta pergi ke pusat keramaian untuk melakukan kampanye perdamaian dunia. Dalam kampanye tersebut peserta memamerkan buku sejarah dari berbagai negara dan membuat petisi untuk ditandatangani. Petisi tersebut berisi pertanyaan tentang apakah pengunjung setuju dengan perdamaian dunia. Selain itu peserta Forum Pemuda Internasional  juga membagikan selebaran yang berisi ajakan dan solusi perdamaian dunia.

Meskipun peserta forum nampak lelah karena agenda hari keempat cukup panjang. Seusai kampanye tepatnya pada pukul enam sore, peserta kembali melakukan diskusi. Diskusi kelompok yang berlangsung satu setengah jam  ini membahas bahan presentasi di hari selanjutnya.

Hari Pertama Forum IYF
Hari kelima  tanggal 13 Agustus 2015 merupakan hari terakhir acara tersebut. Pengalaman dan hasil diskusi yang dilakukan oleh anggota kelompok forum dipresentasikan pada hari ini. Setiap kelompok mempunyai ide dan gagasan yang berbeda-beda, namun tujuannya sama untuk perdamaian dunia. Diskusi yang dilakukan oleh pemuda di forum ini banyak membahas peran pemuda sebagai duta yang mempunyai banyak ide dan gagasan. Pemuda dianggap sebagai seseorang yang mampu melakukan banyak hal dengan ide dan gagasan yang dituangkannya.

Pemuda di Daerah

Seakan tidak ada pengaruhnya bagi pemuda di daerah untuk membahas secara serius persoalan-persoalan perdamaian dunia. Tidak banyak hal yang bisa dilakukan untuk perdamaian dunia meskipun melalui diskusi. Saya hanya ingin menyampaikan pesan berdasarkan pengalaman yang saya dapatkan. Mungkin persoalan perdamaian untuk dibahas di forum tersebut hanya akan terasa ketika kita berada di negara konflik. Peperangan terasa mengerikan karena adanya kematian dan kehancuran. Siapa pun tentunya tidak ada yang menyukai peperangan. Saya tidak bisa membayangkan jika harus tinggal di negara konflik dengan peperangan di dalamnya.

Pemuda sebagai agen perubahan harus mempunyai peran dalam agenda menyelesaikan masalah dunia. Karena pemuda tanah air sedang menghadapi masalah serius menghadapi tantangan globalisasi, sehingga memecahkan masalah dunia dengan cara berdiskusi dengan pemuda dari negara lain menjadi bagian penting guna membuka cakrawala berpikir pemuda Indonesia.  

Bukankah negara kita adalah bangsa yang rentan akan konflik? Entahlah, yang jelas bangsa kita mempunyai sejarah akan hal tersebut. Contohnya terpisahnya Timor Timur Leste dari negara Indonesia. Saat itu kondisi politik dan ekonomi Indonesia sedang tidak baik sehingga dimanfaatkan oleh Jose Ramos Horta meminta dukungan internasional guna menekan pemerintah Indonesia. Hingga akhirnya pada tanggal 30 Agustus 1999 pemerintah Indonesia di bawah Presiden Habibie mengadakan referendum untuk Timor Leste. Hasilnya Timor Leste memisahkan diri dari Indonesia. Namun Timor Timur baru resmi merdeka dari Indonesia tada tanggal 20 Mei 2002 dan berganti nama menjadi Republik Rakyat Demokratik Timor Leste setelah bergabung menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Korea selatan dalam menyikapi konflik mengundang pemuda dari berbagai negara untuk berdiskusi guna mendapatkan solusi. Hal positif yang saya temukan saat berada di tengah-tengah Forum Pemuda Internasional adalah jika di daerah kita membutuhkan pemikir yang handal guna menyikapi berbagai persoalan, pemuda hendaknya menjadi sang pemikir. Sehingga mereka dapat memecahkan masalah sosial yang terjadi, termasuk perdamaian antara kelompok yang sedang bertikai.

Di hari perdamaian dunia ini kita bisa merenungkan betapa tenteramnya negara kita tanpa ada peperangan. Kita harus bersyukur dan mempertahankan kemerdekaan ini. Penyakit tidak perduli terhadap lingkungan dan kondisi sosial harus segera ditinggalkan. Semua orang harus perduli terhadap lingkungan, bangsa, dan negara. Sebab bangsa, negara ini adalah milik kita yang wajib dijaga.

0 Response to "Hari Perdamaian Dunia bagi Pemuda"

Posting Komentar

DILARANG KERAS!!

1. Berkomentar Tidak Sopan
2. Sesuai dengan topik