Kutukan Alam Sampai Hari Tani

(Tulisan pernah dimuat di Koran Banten Raya, Gagasan, 28 September 2015)
Oleh Yogi Iskandar

Peringatan Hari Tani pada tanggal 24 September hendaknya menjadi momentum untuk merenungkan apa yang membuat masyarakat tani kita tidak sejahtera. Contoh sederhana kondisi daerah yang sebagian besar masyarakatnya petani dan nelayan. Meskipun daerahnya kaya akan potensi alam namun mereka  tetap sulit memenuhi kebutuhan ekonomi. Bahkan tidak akan pernah maju suatu daerah jika masyarakatnya belum rakus informasi.
Yogi Iskandar
Masyarakat tidak akan pernah bisa memanfaatkan potensi alam yang ada di tempat tinggalnya jika kapasitas inovasi yang berada pada dirinya tidak pernah diasah. Yang ada hanyalah dibodohi dan diperdaya oleh kepentingan terselubung para pendatang guna menguasai potensi ekonomi yang dimiliki masyarakat pribumi. Hal tersebut yang akan terjadi jika tidak ada kesiapan untuk bersaing.

Siapa yang patut disalahkan saat petani tidak sejahtera? Tak ada yang patut disalahkan, lebih baik kita mempersiapkan diri untuk menyelamatkan daerah yang kita tinggali. Masyarakat harus peka informasi perkembangan pembangunan di daerah untuk mengetahui ancaman dan tantangan yang kelak akan dihadapi. Tidak pedulinya terhadap informasi di media massa membuat sebagian masyarakat mengabaikan tantangan yang akan datang.

Pantai yang panjang dan hutan yang lebat adalah pemandangan yang akan ditemui saat berkunjung ke Banten Selatan. Persawahan yang luas dengan hijaunya alam menjadi pemandangan yang akan kalian temui jika berkunjung ke sini. Kekayaan alam yang dimiliki daerah telah dimanfaatkan masyarakat. Namun pemanfaatan ladang alam yang digarap petani tidak membuat masyarakat sejahtera.  Banyak masyarakat yang mendapatkan hasil pertanian tidak sesuai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Sehingga taraf hidup masyarakat belum dapat dikatakan sejahtera. Hal ini terjadi karena lambannya pembangunan di desa sehingga hasil pertanian tidak bisa di distribisikan secara maksimal. Selain itu hasil pertanian yang ditanam hanya mampu mencukupu kebutuhan sehari-hari saja. 
 

Entah apa yang menjadikan petani di daerah belum bisa mensejahterakan dirinya sendiri. Padahal dukungan pemerintah selalu ada, bahkan hampir setiap tahun kelompok tani di tingkat desa menerima berbagai bentuk bantuan seperti mesin pengelola sawah dan padi, bantuan uang dan lain sebagainya. Fakta di lapangan mengatakan bantuan dari pemerintah terkadang tidak dimanfaatkan dengan baik.

Hasil pertanian masyarakat hanya dapat digunakan untuk menghidupi keluarga, sehingga hasil tersebut belum mampu meningkatkan taraf  hidup masyarakat. Ladang yang digarap menentukan keberuntungan yang akan dituai saat panen tiba. Jika lahan pertanian tidak produktif  maka yang dihasilkan akan tidak baik pula.  Hal ini akan memengaruhi keberlangsungan kaum tani.

Ada juga lahan yang produktif tetapi masyarakat belum mampu mengelola lahan sehingga hasilnya tidak maksimal. Apalagi mereka hanya bertani mengandalkan iklim dalam penggarap lahan di musim hujan, sementara saat musim kemarau tiba tidak ada lagi pekerjaan bagi mereka.

Lahan pertanian menjadi salah satu penentu kesejahteraan petani, maka harus ada gagasan agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Sehingga hasil yang didapatkan bisa lebih produktif dan maksimal. Agar tercipta masyarakat tani yang sejahtera, maka harus ada faktor penunjang yang memadai.

Apapun kendala yang dihadapi oleh petani tetap menjadi masalah bersama, terutama untuk pemerintah.  Perlu adanya ide briliant menyikapi persoalan pertanian di daerah. Pasalnya kekayaan alam yang dimilki harus disertai dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Pemerintah harusnya terjun langung melihat kondisi petani, bukan hanya sebatas menerima laporan dari kelompok tani di desa. Rawannya praktik manipulasi laporan bisa menyebabkan data yang didapatkan hanya berupa kebohongan tanpa memaksimalkan realisasi program pertanian, maka kondisi masyarakat tani di daerah tidak akan pernah lebih baik. Harapan para petani bukannya membawa hasil pertanian dalam acara ceremonial untuk dipamerkan, akan tetapi kenyataan di lapangan harus sesuai dengan julukan petani desa sebagai penunjang pangan.

Infrastruktur

Apa yang terjadi terhadap petani di desa bukanlah sebuah kutukan. Melihat keadaan petani di Sindangresmi, Pandeglang, para petani bukan tidak bisa memanfaatkan lahan pertanian dengan baik. Mereka hanya kesusahan mengurus lahan pertaniannya, tidak bisa menjual hasil panen  mereka dengan harga yang layak.

Infrastruktur jalan yang rusak adalah salah satu penyebab petani sering mengalami kerugian di masa panen. Petani yang seharusnya mendapat untung justru sebaliknya. Terutama jika panen saat musim hujan, padi yang hendak dijual harus dibawa dengan kendaraan roda dua mengingat mobil pengangkut tidak bisa masuk ke desa karena jalanan rusak parah. Roda dua hanya mampu membawa padi sebanyak dua sampai tiga karung saja, sehingga harus menggunakan jasa ojek bolak-balik ke lokasi yang memakan biaya yang tidak sedikit.

Jalan rusak berdampak pada banyak hal, mulai dari ekonomi, pendidikan dan sosial. Solusi alternatif yang bisa petani lakukan hanya dengan membawa hasil tanamannya menggunakan ojek dengan biaya yang tidak murah karena tidak ada sarana lain.

Bisa dibayangkan susahnya petani  mulai dari masa tanam hingga panen. Para petani di desa mengawali masaccocok tanam dengan membajak sawah dan meratakan permukaannya. Kemudian dilanjutkan dengan penyemaian bibit hingga tiba masa tanam. Lalu petani membayar orang untuk membantu proses penanaman mulai proses perawatan seperti membersihkan rumput yang ada di sekitar padi, menyulam tanaman,dan lain sebagainya. Proses perawatan tentunya membutuhkan biaya sesuai dengan luas lahan pertanian yang dimiliki.

Proses perawatan dilakukan untuk mendapatkan hasil tanam yang diharapkan. Sehingga mau tidak mau mereka harus mempersiapkan segala sarana dan bahan pokok pertanian seperti pupuk, obat-obatan dan perangkat pertanian lainnya.  Para petani di desa hanya menggunakan alat pertanian sederhana, mereka belum menggunakan alat pertanian modern dan bertani dengan menggangtungkan musim.

Bagi petani padi panen adalah akhir masa tanam yang melibatkan banyak orang. Mulai dari proses menuai padi sampai menjual hasil tani. Padi dipikul dengan jarak  yang dekat maupun jauh. Setelah itu padi harus dijemur sampai kering yang memakan waktu berhari-hari.

Seperti itu saja sudah memberikan gambaran yang cukup sulit bagi petani, terlebih mereka harus mengahadapi tengkulak yang membeli hasil panen dengan harga rendah. Para petani terpaksa menjual hasil panen mereka kepada tengkulak karena tidak ada pilihan lain. Pemerintah juga belum mampu menyelesaikan masalah tersebut, sehingga dampak petani belum bisa lebih maju dan jauh dari kata sejahtera.

Evaluasi

Dari panen ke panen seharusnya ada perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan para petani. Namun yang terjadi justru sebaliknya, bukannya taraf hidup mereka menjadi lebih baik justru kesulitan lebih meningkat karena masyarakat desa dihadapkan dengan era modern yang tidak disertai SDM yang memadai. Perpindahan penduduk dari desake kota untuk mengadu nasib meningkat, terutama para pemuda. Kemiskinan mulai terjadi karena para petani yang tidak mampu bersaing dengan petani modern.

Banyak petani yang pesimis karena mereka tidak mampu berbuat banyak. Mayoritas anak petani di desa belum peduli pendidikan, karena pendidikan dianggap tidak lebih penting daripada mencari uang untuk diri sendiri dan keluarga. Sehingga banyak diantara mereka yang memilih membantu orang tuanya di lading daripada harus bersekolah. Ini yang menyebabkan mengapa masyarakat tani di desa tidak bisa berkembang. Proses pengelolaan masih dilakukan dengan cara lama karena tidak ada penunjang SDM yang handal dan potensial.

Keterbelakangan akan terus membuat nasib petani memburuk. Pemberdayaan pemerintah hanya dilakukan kepada sebagian kecil petani yang berada dalam lingkaran kelompok tani. Mereka hanya memberikan pemberdayaan kepada petani yang cukup mapan dan memiliki lahan sawah yang luas. Karena pemerintah  percaya masyarakat yang mapan lebih bai. Sehingga terkadang program pemerintah kerap salah sasaran, bukannya diberikan kepada kaum tani yang membutuhkan justu diberikan kepada yang sudah mapan.

Bukan berarti kita bisa menyalahkan pihak lain seperti pemerintah atau masyarakat tani itu sediri. Yang jelas dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat yang pertama kali harus dilakukan adalah mengetahui potensi yang dimiliki. Jika potensi sudah diketahui, maka tinggal mencari jalan keluar untuk memanfaatkan lading secara maksimal. Bukan dengan menjual potensi yang ada kepada pihak pendatang dan mengabaikan efek yang akan terjadi dikemudian hari.

Kekayaan alam yang masih ada di daerah adalah anugerah dari Tuhan yang Maha Esa. Anugerah tersebut tidak akan ada gunanya jika kita tidak bisa memanfaatkannya. Petani harus sadar bahwa anak-anak mereka adalah generasi penerus yang mewarisi keterpurukan. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus mencari solusi dan turun tangan secara langsung menghadapi masalah ini.

0 Response to "Kutukan Alam Sampai Hari Tani"

Posting Komentar

DILARANG KERAS!!

1. Berkomentar Tidak Sopan
2. Sesuai dengan topik