Pemuda
Internasional
Oleh Yogi iskandar
(Tulisan
ini dimuat dalam koran Warta Banten kolom Wacana, 12/10/2015)
Bukan
hal yang spesial bagi sebagian kalangan mengikuti sebuah event internasional, terutama mahasiswa perguruan tinggi yang
berasal dari golongan menengah ke atas. Tapi akan berbeda jika yang mengikuti
agenda internasional adalah pemuda desa tertinggal yang mendapatkan kesempatan
ini. Akses informasi yang minim menjadi salah satu faktor terbatasnya pergaulan
mahasiswa di kalangan masyarakat pedalaman.
Bermula
dari ketertarikan dengan forum diskusi di kancah internasional, saya
mendapatkan informasi dari internet tentang sebuah event yang diselenggarakan oleh Korean National Commission for
UNESCO (KNCU). Lembaga tersebut mengundang pemuda dari seluruh negara di dunia
untuk berpartisipasi dalam acara tersebut melalui website www.unesco.or.kr.
Pihak
penyelenggara mengajukan beberapa syarat untuk dapat mengikuti forum tersebut.
Bagi pemula seperti saya, mengikuti agenda internasional membuat saya bingung
mulai dari proses pendaftara, syarat-syarat serta kebutuhan pribadi seperti
paspor dan visa.
Forum
yang diselenggarakan oleh Korea Selatan ini mengharuskan pesertanya memiliki
kemampuan berbahasa Inggris dengan baik, mampu berdiskusi dan menuangkan ide
serta gagasan saat diskusi berlangsung. Panitia juga menargetkan ada solusi
dalam diskusi dan presentasi yang dilakukan oleh peserta.
The
4th International Youth Forum (IYF) dengan sebutan lain The 4th IYF on Historical Reconciliation adalah acara
yang diselenggarakan oleh Korean National Commission for UNESCO (KNCU) pada
tanggal 9-13 Agustus 2015 di Sookmyung Women’s University, Seoul. Korea
selatan. Sejak mendapatkan informasi tersebut, saya mulai mengikuti
tahapan-tahapan yang diinstruksikan oleh pihak KNCU.
Saya
mulai mengunduh formulir dan mengisinya dengan data pribadi, informasi nomor
telpon, kemampuan berbahasa asing dan membuat uraian tentang deskripsi dan
pengalaman pribadi yang berkaitan dengan tema. Selain itu saya juga harus
menulis tentang motivasi mengikuti acara dan pendapat serta solusi perdamaian
dunia. Masing-masing esai ditulis dalam bahasa inggris yang terdiri dari 1000
kata dan dikirim melalui email penyelenggara sebelum tanggal 29 Juni 2015.
Membayangkan
pergi ke Korea untuk mewakili Indonesia dan berbincang-bincang dengan pemuda
dari berbagai negara terasa menyenangkan. Saya sangat serius mengitkuti semua
arahan yang diberikan oleh KNCU termasuk intruksi untuk mengirimkan data-data
awal yang dibutuhkan. Namun hingga tanggal 13 Juli 2015 pihak KNCU tidak
kunjung memberikan jawaban berkas yang yang saya kirim. Saya sempat ragu karena
jawaban tak kunjung saya teriman, lalu saya meminta konfirmasi pada pihak KNCU
melalui telepon.
Pihak
Korea meminta maaf karena belum menanggapi berkas yang saya kirim mungkin
karena banyaknya berkas yang masuk. KNCU
memberikan
jawaban bahwa saya lolos ditahap pertama.
Saya harus membuat 3 buah esai sesuai dengan tema untuk dikirim ke email
penyelenggara sebelum tanggal 25 Juli 2015. Tak pernah terbayangkan saya harus
membuat tulisan yang menjadi bahan diskusi forum tingkat internasional. Padahal
sebelumnya saya tidak pernah menulis esai seperti ini, hanya sekedar esai tugas
kampus saja yang saya buat. Nampaknya memang selalu ada rintangan dalam
menggapai cita-cita.
Tiga buah esai harus dibuat berdasarkan intruksi dari penyelenggara dengan tema
"History
Textbooks and Shared Memory: Warld War
II and the 70 Years After World War II". Dari tema besar tersebut
ada 3 buah sub tema yang harus dikembangkan.
Masing-masing dari sub tema dibuat dan dikembangkan menjadi
esai sepanjang 700 Kata. Adapun tiga buah sub tema tersebut pertama tentang
"Description
sbout World War II in Textbooks Worldwide", kedua tentang "Formation and
Publication of History Textbooks",
dan ketiga tentang "The Role of
Youth in the Creation of Joint History Textbooks and Shared Memories". Saya sempat ragu dengan esai yang
saya buat dan melakukan konsulitasi dengan para akademisi mengenai esai saya.
Pengumuman
dilakukan melalui email pada tanggal 27 Agustus 2015. Saya tidak menyangka
bahwa saya diterima mengikuti event tanggal 9-13 Agustus 2015 yang
diselenggarakan oleh pihak KNCU tersebut. Perasaan saya campur aduk antara
bahagia dan bingung, karena ini pertama kalinya saya berangkat ke luar negeri.
Belum lagi harus membeli tiket yang cukup mahal dan kebutuhan lainnya.
Mengurus Diri
Ada
beberapa ketentuan yang harus dilakukan setiap warga negara sebelum pergi ke
luar negeri. Antara lain harus memiliki paspor, mengurus visa dan tentunya
membeli tiket pesawat terbang. Saat itu saya baru memiliki paspor, karena
setahun sebelumnya saya mempunyai impian pergi ke luar negeri.
Apapun
saya lakukan untuk mendapatkan uang demi mengurus visa dan membeli tiket
pesawat, karena program ini hanya memberikan fasilitas akomodasi tempat dan
konsumsi oleh selama forum berlangsung. Selebihnya merupakan tanggung jawab
peserta masing-masing. Waktu berjalan di tengah persiapan yang belum maksimal.
Awalnya saya benar-benar tak yakin mengikuti program ini, pasalnya persaingan
cukup ketat dan banyak yang mendaftar program tersebut.
Saya
pun harus meminjam uang kepada teman demi membuat visa di Kedutaan Korea. Tanpa
menunggu lama setelah konfirmasi saya diterima, teman saya memberikan bantuan
pinjaman uang. Saya berangkat menuju kedutaan Korea pada tanggal 28 Agustus
2015. Tidak ada masalah yang berarti dalam mengurus visa yang memakan waktu
selama 7 hari..
Sambil
menunggu proses visa selesai oleh Kedutaan Korea, saya mulai mencari jalan
untuk mendapatkan tiket pesawat. Mulai dari mengecek harga di Internet,
bertanya pada teman dan mencari informasi lainnya. Saat masalah datang
berbicara dengan teman bisa mengurangi sedikit beban.
Saya
sempat mengunjungi salah satu senior yang pernah bergelut dalam organisasi
kemahasiswaan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Saya sempat dimintai bantuan mengantarkan uang
senior saya kepada rekannya. Saat itu rekan senior saya sedang berada di sebuah
kantor lembaga perkumpulan wartawan, tepatnya di Sekretariat Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) Kabupaten Pandeglang. Rekan senior saya ini seorang wartawan di
di Kabupaten Pandeglang, Banten.
Saya
sempat diajak berbincang sambil ngopi dengan beliau. Saya bercerita tentang
event yang akan saya ikuti di Korea Selatan. Banyak yang bertanya kepada saya
mengenai event tersebut mulai dari maksud dan tujuan, jenis program, persiapan
keberangkatan dan lain sebagainya.
Ditengah
perbincangan dengan sekumpulan wartawan ada yang tertarik menjadikan saya
sebagai narasumber beritanya. Mulailah saya melakukan sesi wawancara dan
pengambilan foto berita yang akan dimuat di hkoran harian dan online.
Dua
hari kemudian profil saya muncul di beberapa media online dengan headline
Mahasiswa asal Pandeglang-Banten akan mengikuti forum pemuda internasional di
Korea. Dari situlah banyak pihak mulai mengetahui agenda yang saya ikuti
tersebut. Hal ini mendorong beberapa
pihak untuk berbincang-bincang dengan saya. Diantaranya pihak kampus saya yaitu
Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten. Pihak kampus mulai mengapresiasi dan
memberikan sedikit bantuan berupa uang saku kepada saya. Mekipun uang tersebut belum dapat memenuhi
biaya pembelian tiket, namun saya sangat menghargai support
yang diberikan oleh pihak kampus. Ada rasa bangga dan bahagia yang saya
rasakan saat itu.
Melihat
kemunculan profil saya media membuat salah seorang tokoh muda yang kini
sebagai menjadi President organisasi internasional bernama Asian African Youth
Government, Beni Pramula memberikan apresiasi kepada saya. Beliau pulalah yang
memberikaan tiket pesawat pulang pergi ke Korea. Semangat baru muncul dari lubuk hati saya melihat dukungan luar
biasa dari mereka. Saya merasa sangat bersyukur kepada Allah SWT atas apa yang
telah diberikan.
Dukungan
dan perhatian dari pihak-pihak yang membantu kelancaran perjalanan saya go internasional menjadi pengalaman yang luar biasa. Kita yang
lahir di desa tertinggal bahkan serba keterbelakangan ternyata bisa mengenal
orang-orang besar. Kecenderungan minder di kalangan pemuda harus
dihapuskan agar daya saing yang kita
miliki mampu membuat diri ini berperan di dunia.
Hal-hal
yang tidak terduga akan muncul saat doa dan usaha dilakukan. Kepercayaan diri
harus ditanamkan pada diri setiap insane untuk mematahkan kata tidak bisa.
Tidak ada yang bisa merubah takdir kita, melainkan diri kita sendiri. Tetap
berdoa kepada Allah SWT dan berupaya keras tanpa menyerah adalah kuncinya.
Setelah
melalui proses yang panjang, tibalah saatnya saya berangkat ke Korea pada
tanggal 8 Agustus 2015 dan tiba di lokasi pada tanggal 9 Agustus 2015. Ini
menjadi pengalaman berharga bagi saya bisa bergabung dengan pemuda dari belahan
dunia. Berteman dengan orang-orang hebat dan berdiskusi dengan akademisi
internasional sekakligus berkunjung ke tempat-tempat yang sebelumnya tidak
terbayangkan. Rasa syukur tak terhingga kepada Allah dan ucapan terima kasih
saya sampaikan kepada orang-orang yang telah mendukung dan membantu saya.
(Yogi Iskandar)
Keren tulisannya..
BalasHapusTOOP..